Sidang Korupsi E-KTP, Banyak Pejabat Negeri Ini Disebut Dalam Dakwaan.

Jakarta,BERITA-ONE.COM-Dalam sidangan korupsi  yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Kamis 9/3/3017 kemarin, dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, Tim Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  yang diketuai Irene menyebut sejumlah pejabat di negeri ikut kecipratan uang korupsi E-KTP.
Yang dusebut oleh Jaksa antara lain Setya Novanto,  dikatakan mempunyai andil 'mengawal' agar anggaran e-KTP disetujui.

Mereka itu,  Ketua DPR dari  Partai Golkar, Setya Novanto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dikatakan  menerima uang dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, tersebut. Hal ini dikatakan  Jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta  Kamis, 6/3/2017.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa secara bergiliran tersebut  Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengurusi proyek E-KTP, intens bertemu Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR

Dugaan korupsi E-KTP  melalui  tiga tahapan. Pertemuan antara  terdakwa Irman yang saat itu mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri bertujuan agar Novanto memastikan Fraksi Partai Golkar mendukung anggaran proyek E-KTP itu dilanjutkan

Beberapa hari kemudian bertemu  di Hotel Gran Melia Jakarta, para terdakwa bersama-sama dengan Andi Narogong dan Diah Anggraini melakukan pertemuan dengan Setya Novanto. Dalam pertemuan itu, Setya Novanto dukung KTP berbasis NIK secara nasional," sebut jaksa KPK.

Kemudian, mereka bertemu lagi di  ruang kerjanya di lantai 12 Gedung DPR.  Novanto mengaku akan mengkondisikan pimpinan fraksi lainnya.
Atas pernyataan tersebut, Setya Novanto mengatakan bahwa ia akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi lainnya," ujar jaksa.

Setelah  beberapa kali pertemuan, mereka bersepakat DPR akan menyetujui anggaran Rp 5,9 triliun dengan  Golkar dan Partai Demokrat sebagai Pengawal proyek ini, dan akan memberikan  Fee kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kemendagri.

Untuk mewujudkannya,   Andi Agustinus alias Andi Narogong membuat kesepakatan dengan Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin tentang rencana penggunaan anggaran KTP Elektronik yang kurang lebih senilai Rp 5,9 triliun," imbuh jaksa KPK.

Kata jaksa , rinciannya sebagai berikut,  Setya Novanto menerima 11% dari anggaran atau Rp 574.200.000.000. Adapun Yasonna Laoly disebut menerima US$ 84 ribu, sedangkan Ganjar Pranowo US$520 ribu.

Jaksa mengatakan
 
sebesar 51% atau Rp2.662.000.000.000 dipergunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek
Sedangkan yang  49% atau Rp2.558.000.000.000 dibagi-bagikan kepada:
Beberapa pejabat Kemendagri termasuk dua terdakwa sebesar 7% atau Rp365.400.000.000
Anggota Komisi II DPR sebesar 5% atau Rp261.000.000.000
Setya Novanto dan Andi Narogong sebesar 11% atau Rp574.200.000.000
Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin sebesar 11% atau Rp574.200.000.000
Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15% atau Rp783.000.000.000

Lanjut Jaksa dalam dakwaannya, kedua terdakwa,  Irman dan Sugiharto, disebut memperkaya orang lain atau korporasi. Ada banyak pihak yang disebut mulai dari Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), DPR, hingga pihak swasta.

"Memperkaya para terdakwa dan memperkaya orang lain yakni,  Gamawan Fauzi, Diah Anggraini, Dradjat Wisnu Setyawan beserta 6 orang anggota panitia pengadaan, Husni Fahmi beserta 5 orang anggota tim teknis, Johannes Marliem, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Lindrung, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, Agun Gunandjar Sudarsa, Ignatius Mulyono, Miryam S Haryani, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasonna Laoly, dan 37 anggota Komisi II DPR," ujarnya.

Dalam proyek E-KTP ini disebut ada dugaan  penggelembungan Rp2,55 triliun dalam anggaran sebesar Rp5,9 triliun.
Uang pengadaan e-KTP mengalir ke korporasi antara lain;  Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI), PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo

Dalam sidang yang diketuai majelis hakim Jhon Halaan Butarbutar ini Jaksa mengatakan para terdakwa melanggar  pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang ancaman hukumnya seumur hidup atau 20 tahun Penjara. Sidang ditunda satu minggu.

Seperti diberitakan, persidangan ini wartawan khususnya TV  tidak diperkenankan melakukan siaran langsung atau life.
Hal ini dikatakan Humas PN Jakarta Pusat, Yohannes Priyana yang alasannya telah memgefaluasi persidangan Yesica beberapa waktu lalu.(SUR).

No comments

Powered by Blogger.