Hartono Tanuwidjaja SH MSi MH : KPK Bukan Malikat.

Hartono Tanuwidjaja SH MSi MH
Jakarta,BERITA-ONE.COM. Aktifitas Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) dalam melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap para koruptor belakangan ini semakin gencar. Namun disisi  lain ada sejumlah pihak yang menginginkan agar lembaga ini dibubarkan dengan berbagai macam  alasan.

Hal ini  terjadi karena  di Indonesia  penuh intrik politik. Artinya, didalam satu negara modern  pasti tidak terlepas dari satu proses politik dan hukum. Karena negara itu kan perlu legalitas, adanya wilayah,  penduduk dan  pemerintahan. Untuk hubungan  keluar, harus ada pengakuan dari negara lain,” tutur pengacara Hartono Tanuwidjaja SH, MSi, MH baru baru  ini di Jakarta,

Kalau berbicara soal pemerintahan, tambah Hartono, pasti demensinya politik dan hukum karena  keduanya  sarana untuk menjalankan demokrasi.

Sekarang demensinya itu diakui sebagai produk politik dan hukum. Hukum kita sebagian besar masih  adopsi dari hukum Belanda, yang disebut sistem Eropa Continental. Kemudian politik kita kan berubah dari demokrasi terpimpin menjadi sistem Presidensial.

Politik dan hukum harusnya menjadi sarana untuk bagaimana negara yang mempunyai penduduk itu memajukan kesejahteraan rakyat, mengatur ketertiban umum menciptakan perangkat hukum yang mengatur pergaulan diantara penduduk dan warga negaranya. Jadi itu adalah tujuan tujuan yang konteksnya positif.

Tetapi sekarang pasca reformasi ini jadinya kebablasan. Politik yang seharusnya tadi menciptakan komunitas program program yang baik untuk rakyat tapi sekarang kan berbeda.

Politiknya sekarang saling hibah, saling mencari kesalahan orang lain,  saling mencari kekayaan. Inilah bedanya keadaannya politik kita dengan Amerika.

Kalau orang Amerika  terjun ke politik,  dia sudah kaya,  punya besic pengusaha atau pebisnis. Uangnya banyak baru terjun ke politik. Kalau orang Indonesia ketertarikannya ke politik supaya bisa cari duit.

Itu makanya tiap hari atau tiap minggu ada OTT KPK. Contohnya,  kemarin  OTT di Kalimantan, sebelumnya di Batubara yang kemudian di Batu,  Malang Jawa Timur. Kenapa begitu, karena biaya politik.

Sebab,  tambah Hartono,  untuk menjadi seorang kepala daerah atau politikus itu sangat besar biayanya. Dia harus menjaga konsetuennya, dengan jalan  seperti mengumpan ikan,  ibaratnya. Itu ahirnya menjadi ekonomi biaya tinggi.

Sekarang kita berbicara bagaimana mengkritisi kehidupan jadi politik itu. Tentu kita kembali ke UUD 1945. Sekarang UU politik dirubah rubah. Berubahnya itu yang besar menjadi banyak,  atau berkurang banyak , kita engga tahu.

Kajian itu siapa sebetulnya yang punya konsep pemikiran positif,  karena dengan banyaknya  partai politik maka ekonomi akan semakin tinggi. Memilih orang itu demikian susah sehingga perlu partai politik banyak. Mengkader orang itu sedemikian susah. Mungkin perlu waktu bertahun tahun supaya bisa menyodok ke posisi atas.

Dengan posisi yang terjadi sekarang,  politik ini menjadi sesuatu yang bukan untuk mensejahterakan orang.Tapi mengacaukan rakyat. Mengacaukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenapa, karena politik dengan kepentingan kepentingan tertentu itu tidak menghasilkan program program yang pro rakyat.

Kita ambil contoh misalnya era tahun 80 an atau tahun 90 an (zaman Soeharto). Kita juara umum SEA Games. Sekarang kita urutan kelima. Kalah sama Vietnam,  dan bisa dibayangkan kalau kita baru jalan selangkah Vietnam sudah 10 langkah.

Padahal Vietnam kita tahu ,  hancurnya beda beda tipis dengan kita. Mereka puluhan tahun berperang lawan saudara,  sedang kita dijajah Belanda dan Jepang 350  Tahun. “Nah itu tidak menjadikan rakyat kita ini untuk belajar. Harusnya kan mereka belajar bagaimana sih memperbaiki keadaan",  gitu kan.”

Dengan politik yang pada keadaan saling menjatuhkan tadi,  inilah kenyataan  tidak ada satupun  lembaga negara yang sempurna. MPR kita kritisi, juga pasti ada kesalahannya. DPR MA, MK bahkan ketuanya pernah ditangkap KPK karena korupsi.

Sekarang orang menyoroti KPK. Kenapa karena KPK lagi tren. Tren dari pada pemerintah kita yang  diciptakan untuk memberantas korupsi. Kalau awalnya adalah untuk memberantas korupsi berarti ada keinginan kuat dari rakyat dan bangsa ini untuk stop korupsi.

Sepanjang KPK itu ada,  berarti kita masih ingin melakukan korupsi. Karena dulu pernah ada satu statemen dari presiden Megawati Soekarno Putri yang mengatakan “Kita tidak perlu KPK kalau kita ini sudah berhenti korupsi.”

Jadi artinya kita konfirmasikan lagi statemen itu kalau KPK masih ada, bahkan mau buka cabang cabang di ibukota provinsi ,  berarti keinginan korupsi itu masih kuat.

Bayangkan, mungkin ada orang yang sudah sejahtera. Orang yang sudah sejahtera  masih pengin korupsi. Engga punya duit tiba tiba ada kesempatan dapat duit ya pasti kepingin. Orang juga mulai memperhitungkan kalau aku masuk penjara harus dihitung untung ruginya.

Saya sendiri pernah belajar pada seorang dosen lalu bikin statmen tentang ‘cos and profits’ (biaya dan keuntungan) untuk seseorang melakukan kejahatan sudah diukur saya dapat apa?

Masih menurut pengacara Hartono ini, mengapa ada orang menyoroti KPK karena KPK bukan malaikat. Sama dengan yang lain pasti ada yang bermain. Lama lama kan  terungkap seperti kasus Novel Baswedan dengan Dirdik KPK, Aris Budiman. Belum lagi mengungkap yang lain lain.

Jadi wajar orang menyerangnya karena KPK itu satu lembaga yang ditakuti. Bahkan baru ini terungkap tentang kewenangan KPK yang bisa melakukan penyitaan saat OTT tanpa seijin terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan setempat.

Namun pertanyaannya, tandas Hartono, bagaimana pertanggungjawaban barang sitaan itu tidak pernah terungkap. Semua pasti ada plus minusnya, sindirnya.

Sekarang ini yang muncul keberhasilan KPK di seluruh tanah air. Itu diimbangi dengan sedikit bercak bercak yang ada,  ternyata kasus ini  begini dan  begitu. Masih ada orang digantung kasusnya seperti Richard Jelino engga diproses meski sudah tersangka. Dan kasus lain lagi.

Tapi sekarang kita kembali ke esensi politik tadi. Wajah politik yang seperti itu politik bagaimana? Menyerang agar dapat panggung. Kita lihat misalnya atau kita bandingkan bagaimana orang berpolitik yang misalnya di negara ASEAN, di Singapura atau Malaysia. Orang engga perlu berteriak teriak kesana kesini dengan mengatakan bunuh dia, penjarakan Ahok, katanya sembari memperlihatkan orasi seorang wanita berjilbab. “Yang penting program jalan masyarakat terbantu.”

Mestinya kita banyak belajar dari Singapura. Negara ini telah memilih seorang wanita Muslim, Halimah Yakob sebagai presiden. Padahal disana partai Islam hanya 2%.
Mengapa dia bisa terpilih karena dedikasi Halimah ini kepada rakyat, pemerintah dan bangsa Singapura.

Jadi politik kita ini membingungkan,sangat membingungkan. Mencari figur seorang tokoh politik murni (seorang negarawan) sekarang engga ada.

Kacau dan ini memang membingungkan. Mungkin habis 2019 ,  tapi kita lihatlah siapa tokohnya. Atau mungkin kita butuh waktu 50 tahun lagi atau 100 tahun lagi, dapat tokoh negarawan yang jelas sekarang belum kelihatan.

"'Wajah atau situasi politik di tanah air mengerikan, sungguh mengerikan,  karena kita tidak tahu siapa yang harus menjadi panutan",  pungkas  Hartono. (SUR)

No comments

Powered by Blogger.