Pengacara Erman Umar SH : Bebaskan Ir Wahyudin Akbar.

Erman Umar SH.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Pengacara  Erman Umar SH selaku penasehat hukum (PH) terdakwa Ir. Wahyudin Akbar meminta,  agar majelis hakim yang diketuai DR  Emilia Djadja Subagia SH membebaskan kliennya dari segala  hukuman, atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum,  dan melepaskan terdakwa dari tahanan. Pernyataan ini disampaikannya di Pengadilan Tipikor Jakarta , 25 Oktober 2017.

Sementara itu , terdakwa Ir. Wahyudin Akbar sendiri juga mengatakan, bahwa dirinya tidak  bersalah dan tidak pernah melakukan korupsi. "Jadi saya minta  agar hakim membebaskan saya dari semua tuntutan Jaksa. Saya tidak bersalah" katanya.

Alasan yang menjadikan dasar agar kliennya dibebaskan tersebut,  Eman antara lain mengatakan ;  karena terdakwa  tidak terbukti bersalah  melakukan perbuatan seperti yang disebutkan dalam dakwaan kesatu Primer ataupun Subsider,  yaitu melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999  sebagai mana yang telah diubah menjadi UU NO: 20 tahun 2001 tentang Tipikor dan UU TPPU.

Selain itu,  majelis juga dimohon untuk memulihkan harkat dan martabat terdakwa, serta mengembalikan semua harta terdakwa yang telah disita antata lain; Tiga unit apartemen miliknya di Bandung, dua buah mobil merek Honda jenis CRV warna abu-abu metalik dengan nomor Polisi B. 1318 TPF,  mobil merk VW Polo warna merah dengan nomor Polisi B.1961 TPS,  dan uang senilai Rp 500.000.000 yang ditransfer ke rekening Irfan Sulistianto. Jika majelis berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.

Didalam analisa yuridisnya Erman mengatakan, terhadap surat tuntutan Jaksa,  pihaknya menolak dengan tegas, karena kesimpulan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertentangan dengan fakta fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.

Terdakwa dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum, namun tidaklah benar jika  dinyatakan seolah oleh terdakwa dikatakan memasukkan data data yang tidak benar untuk mengajukan pembayaran baik termin Ke-I dan Ke-II.

Dan Juga tidak benar jika terdakwa mendapat aliran dana para relawan dalam program Gerakan Menanam Pohon (GMP).  Yang benar para relawan yang memberikan uang atau dana  dengan mentrasfer ke rekening terdakwa untuk membeli mobil dan Apartemen atau meminjamkan ATM kepada terdakwa, tapi itu merupakan pengembalian modal preneur terdalwa yang dikeluarkan terdakwa sebelumnya.

Tentang memperkaya diri sendiri  juga tidak benar, dimana  terdakwa menerima dana dari relawan Hari  Krisimistiyanto dan lainnya,  yang benar merupakan pembayaran hutangnya darinya serta lainnya pula.

Tentang dapat merugikan keuangan negara; dalam perkara ini yang melakukan perhitungan keuangan negara BPKP, metode perhitungannya tidak valid, tidak independen serta tidak melakukan konfirmasi dan klarifikasi kepada terdakwa sebagai pihak yang diduga melakukan tidak pidana korupsi. BPKP telah melakukan pelanggaran asas Asersi,  karena tidak melakukan konfirmasi dan klarifikasi kepada terdakwa dan mantan Ketua PF Nina Nurlina, padahal mantan PF tersebut telah mengirim surat kepada Pimpinan BPKP.

Jika BPKP mau melakukan perhitungan kerugian negara dalam program GMP PF tahun tahun anggaran 2013-2014, BPKP agar melakukan konfirmasi kepada pihak pihak yang berkepentingan, termasuk kepada terdakwa dan Nina Nurlina sebagai mantan Ketua  PF. Pelanggaran Asas Asersi tersebut merupakan perbuatan pidana seperti yang diatur pasal 25 ayat (2) UU NO.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Mengenai Ketentuan Pidana tambahan dalam perkara ini adalah; masalah pembayaran uang pengganti. Karena terdakwa tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tidak pernah menerima aliran dana dari hasil korupsi, maka unsur ini tidak terbukti dan tidak bisa diterapkan.

Dakwan kedua pasal 3 UU NO.8 tahun 2010 tentang  pencegahan dan pemberantasan TPPU, karena dakwan Ke-I Primer tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka kami tidak perlu membahas dakwan Ke-II,  karena dakwan TPPU tersebut harus terlebih dahulu dikaitkan dengan terbuktinya dakwan  Ke-I Primer. Jika dakwan ke-I tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka dakwaan TPPU tidak bisa diterapkan kepada terdakwa,  kata Erman menambahkan.

Seperti diberitakan sebelumnya terdakwa Ir Wahyudin yang merupakan mantan Sekretaris Yayasan Petamina Fondation ( PF) dihadirkan kemejahijau dengan dakwaan melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp 60 milyar. Oleh JPU dituntut hukuman selama 7 tahun penjara dengan denda Rp 1,2 milyar lebih subsider 6 bulan kurungan. Dan uang pengganti Rp 2 milyar lebih.Besok, tanggal 26 Oktober 2017  ini yang bersangkutan akan mengjadapi vonis dari hakim.(SUR)

No comments

Powered by Blogger.