Tergugat I : Gugatan Penggugat Salah Alamat.

Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MSI
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MSI sebagai Tergugat I dalam perkara perdana NO: 296/PDT.G/2016/PA.JKT.Pst memehon kepada  majelis hakim yang di ketuai  John Halasan  Butarbutar SH untuk ; Dalam Kompensi,  mengabulkan eksepsi Tergugat I seluruhnya, Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. Dan dalam pokok perkara,  Menolak gugatan Penggugat seluruhmhnya, serta Menghukum Penggugat agar  membayar biaya biaya yang timbul dalam perkara ini.

Jika hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya. Hal ini di sampaikan oleh tergugat I Harotono dalam sidang perdata dengan acara kesimpulan di Pangadilan Negeri Jakarta Pusat Salasa, 19/12/2017.

Alasan-alasan  yang  di sampaikan tergugat I antara lain adalah; gugatan perbuatan malahan hukum (MPH) yang diajuwkan Penggugat kepada Tergugat I tidak terbukti, karena berdasaran UU Advokat NO: 18 tahun 2003 telah sangat jelas dikatakan,  pasal (14), Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung kawabnya di dalam sidang pangadilan dengan tetap berpegang pada Kode Etik Profesi dan Peraturan Perundang Undangan.

Masih  kata Hartono,  Advokat bebas dalam menjalankan profesianya untuk membela perkara yang menjadi tanggung  jawabnya dengan tetap berpegang pada Kode Etik Profesi dan Perundang Undangan (pasal 15).

Sedangkan di Pasal (16) Advokat tidak dapat dituntut secara perdata atau pun pidana dalam menjalankan tugas profesianya dengan itikat baik untuk kepentingan pembelaan Klien di dalam maupun diluar Persidangan. Pasal 17, Advokat berhak  mendapatkan informasi,data dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan Perundang Undangan. Serta Advokat tidak dapat dihentikan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak  yang berwenang/masyarakat.

Dalil gugatan Penggugat dengan menarik Tergugat I dalam kapasitasnya sebagai Advokat, dimana fungsi, hak dan kawajibannya dalam  membela kepentingan hukum  kliennya, (ic. Tergugat II ) dalam perkara perdata NO: 447/PDT.G/2012/PA. Jkt.UT jo perkara banding NO: 570/PDT/2014//PA. DKI , sudah salah alamat, kata Hartono dengan tegas.

Karena hal ini sudah termuat  pada halaman    18 s/d halaman 20, dimana Penggugat sendiri sudah mengetahui Tergugat I  tunduk pada UU Advokat Indonesia NO: 18 tahun 2013  dan Kode Etik Advokat Indonesia. Dengan demikian tidak dapat ditarik sebagai pihak dalam gugatan aqua, akan tetapi merupakan kawenangan Dewan/Majelis Kehormatan Advokat yang memeriksa, mengadili dan memmutus bagi seorang Advokat yang menyalahi Kode Etik Profesinya.

Penggugat sendiri pernah mengajukan Laporan Pangaduan Kode Etik Advokat NO: 006/LTR/IMT/II/14 tanggal 17 Februari  2014 ke Dewan Kehormatan Daerah DKI  PERADI, perihal dugaan Pelanggaran Kede Etik  Profesi Advokat terkait putusan perdata 447/PDT.G/2012/PN.Jkt.UT, Jakarta Utara terhadap Tergugat I, tapi tidak terbukti.

Dengan dalil dalil yang telah tersebut di atas,  bakwa seorang  Advokat mempunyai Hak Imunitas/Kekebalan  Hukum sebagai mana tercantum pada pasal 16 UU Advokat NO: I8 tahun 2093 tentang Advokat. Hal ini juga diperkuat oleh katerangan Saksi  Ahli yang diajukan Tergugat I Sejen PERADI  Hasanudin Nasution SH.MH yang mengatakan,  "Seorang Advokat dalam  menjalankan tugasnya  untuk membela kepentingan hukum kliennya (tergugat II) dilindungi oleh hukum dan tetap berpegang teguh pada pada Kede Etik Advokat Indonesia. Bilamana diduga kuat seorang Advokat melanggar Kode Etik yang tercantum dalam UU Advokat, semestanya Pangaduannya ke Dewan/Majelis Kehormatan Advokat yang memeriksa, mengadili dan memmutus perkara bagi seorang Advokat yang dianggap  menyalahi Kode Etik Profesinya, bukan kepangadilan setempat.

Dan tidak terbantahkan Akta NO: 15 tahun 2006 masih sah  berlaku sebagai Akta Otentik karena dari seluruh bukti yang diajukan Penggugat tidak ada satu pun bukti yang berkekuatan hukum tetap yang membatalkan Akta NO: 15 tersebut yang merupakan akta cacat,  atau tidak sah.

Juga dikuatkan oleh Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SKPP)  NO: S. Tap/430/VII/2017/Dereskrimum tanggal 28 Agustus 2017 Pola Metro Jaya atas laporan Polisi N0: LP/2166/VI/2014/PMJ/Dereskrimum tanggal 11 Juni 2014 dengan pelopor Iming M. Tesalonika. Dalam SKPP tersebut dinyatakan tergugat I dan tergugat II tidak terbukti melakukan tindakan pidana memberi kana katerangan palsu ke dalam Akta Otentik NO: 15 tahun 2006.

Sementara itu saksi Ahli yang diajukan Penggugat sendiri, DR. Pennieka Kristianto SH.MH. M.kn dan saksi Ahli dari Tergugat I, DR. Moh. Hatta SH MH.Mkn keduanya berpendapat sama atau identik terkait Akta Otentik. Mereka mengatakan, Akta yang mempunyai kakuatan bukti yang valid, lebih kuat dibanding dengan Akta dibawah tangan, sapanjang tidak ada putusan pangadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan Akta tersebut cacat atau tidak sah, maka Akta tersebut masih disebut sebagai Akta Otentik.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka telah terbukti menggugurkan dalil dalam petitum gugatan Penggugat. Untuk itu ( dalam  eksepsi ) Tergugat I meminta Agar hakim mengabulkan eksepsi tergugat I seluruhnya, Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. Dan (dalam pokok perkara) " agar hakim menolak gugatan Penggugat seluruhnya, serta menghukum Penggugat untuk   membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini. (SUR)

Teks foto: Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MSI.

No comments

Powered by Blogger.