Terkait PK Ke 2 OC Kaligis Prof Dr MH Laica Marzuki SH : Disparitas Vonis Bertentangan Dengan Hukum Dan Rasa Keadilan
Saksi Ahli Prof Dr .MH Laica Marzuki SH |
![]() |
OC Kaligis |
Padahal, kata saksi ahli tersebut, keduanya, OC Kaligis dan Gerry berdasarkan dakwaan pidana yang sama yakni ; Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No: 31 tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No: 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan kasus posisi yang sama pula, yakni dakwaan penyuapan terhadap hakim Tripeni Irianto Putro dan kawan-kawan di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.
Dalam kasus ini pemohon PK ke -2 OC Kaligis telah membatah melakukan perbuatan pidana penyuapan tersebut, namun pengadilan berpendapat lain, seraya menjatuhkan pidana selama 10 tahun pada tingkat kasasi, namun hukuman tersebut dikurang menjadi 7 tahun penjara pada PK ke-1 No: 178 PK/Pid.Sus/2017 tanggal 19 Desember 2017
dengan pertimbangan hukum putusan sebagai berikut;
" Bahwa seharusnya dengan peran masing masing dengan fakta yang dikemukakan diatas, Permohonan PK ke-2/terpidana harus dijatuhi pidana penjara sama, atau setidak tidaknya mendekati pidana yang dijatuhkan terhadap Gerry dan tidak mencolok perbedaannya, namun kenyataanya Yudex Yuris memperberat pidana penjara yang dijatuhkan kepada pemohon PK ke-2/ terpidana.
Prof Dr MH Laica Marzuki SH yang juga mantan Hakim Agung itu menegaskan, pemohon PK/terpidana tidak layak mendapatkan pemberatan pidana penjara, sebab dari segi nilai atau beseran suap yang diberikan kepada hakim yang memeriksa permohonan atau gugatan terkait UU No: 30 tahun 2014, nilai suapnya relatip sedikit sekitar Rp 396 juta jika dibandingkan dengan nilai suap lainnya milyaran bahkan puluhan milyar, ditambah dengan adanya kerugian negara milyaran bahkan puluhan milyar, dijatuhi pidana penjara rata rata 7 tahun.
Sedangkan pemohon PK dijatuhi hukuman 10 tahun. " Bahwa perbedaan pemidanaan sebagaimana dijelaskan diatas , adalah bentuk disparitas yang harus dihindari," kata profesor tersebut.
Ditambahkan, berdasarkan fakta tersebut, sangat jelas dan terang, Gerry jauh lebih lebih besar dan signifikan dalam hal terjadinya tidak pidana korupsi (suap) dibadingkan dengan pemohon PK. Sehingga disparitas pemidanaan yang mencolok harus dihindarkan karena hal ini menyangkut soal keadilan dalam pemidanaan yang wajib ditegakkan.
Dengan demikian, masih kata Prof Dr HM Laica Marzuku SH, tatkala keduanya didakwa melakukan perbuatan pidana dalam kaitan deelnaming secara made olagen (tirut serta melakukan) sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP maka peran kedua plager yang turut serta melakukan itu adalah sama dan berimbang.
Made Plegen tidak mengenal figura personae pelaku intlektual atau masyer mid, seperti halnya uitlokken/membujukan. Menurut Hazewinkel-Suronga yang mengikuti pendapat Boge Raad, kedua pleger dalam kaitan turut serta, mensyaratkan dua unsur, yaitu bewuste samenwerking dan gazamenlejke uitvoring. Keduanya mee doet secara semengaan . "Tidak boleh terdapat penjatuhan pidana berbeda, berjarak, tidak berimbang, apa lagi menjatuhkan disparitas vonis yang bertentangan hukum dan rasa keadilan."
Penjatuhan terhadap pemohon PK, OC Kaligis yang berjarak jauh selisih 5 tahun dengan Gerry ,masih tergolong Disparitas Vonis yang melanggar hukum serta menyidrai rasa keadilan, kata Profesor tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, OC Kaligis mengajukan permohonan PK yang ke-2 ini dengan alasan hukuman kepadanya dengan Gerry disparitasnya terlalu jauh. OC Kaligis yang tidak melakukan apa- apa dalam kassus suap hakim PTUN Medan Tripeni dan anggotanya, dihukum 7 tahun penjara. Sementara Gerry sebagai pelaku utama penyuapan dihukum 2 tahun.
Dengan PK ke-2 ini pemohon PK OC Kaligis berharap hukumannya dapat diturunkan lagi, menjadi 3 atau 4 tahun.
"Disparitas hukumannya tidak terlalu jauh dengan pelaku utama, Gerry ", kata OC Kaligis usai sidang kepada wartawan. (SUR).
No comments