Alexius Tantradjaja SH,MH : Jika Terbukti, Koruptor Harus Dihukum Mati

Pengacara Alexius Tantradjaja SH.MH

Jakarta,BERITA-ONE.COM-Sepuluh tahun terakhir ini,  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan sudah  menyeret ratusan orang  pelaku korupsi pengadilan untuk diadili. Mereka oleh hakim yang mengadilinya tidak ada yang dihukum mati hanya dihukum beberapa tahun saja.  Paling lama Seumur Hidup, Akil Mukhtar misalnya, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Dan baru beberapa hari ini mantan Hakim Agung Sudradjat Dimyati yang melakukan korupsi berjamaah dengan sejumlah pejabat Mahkamah Agung (MA)  menerima suap  Rp 800 juta hanya dijatuhi  hukuman selama 8 tahun penjara. Sementara Sekretaris MA Prof DR Hasbi Hasan yang oleh KPK telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi, tidak ditahan. Akibatnya mengundang tanda tanya bagi  Menkopolhukam  Machmud MD  serta  masyarakat lainnya.

Terkait penegakan hukum yang memprihatinkan dan tebang pilih tersebut membuat Pengacara Senior Alexius Tantradjaja SH,MH angkat bicara. Katanya kalau ada terdakwa korupsi terbukti tilep  uang rakyat, harus dihukum mati.

Hakim Agung Sudradjad Dimyati dihukum 8 tahun penjara.

Pertanyaan pertama adalah, mengapa para pejabat negara/swasta mau melakukan korupsi padahal gaji mereka sudah sangat besar ? Semuanya itu karena  niat untuk melakukan korupsi timbul  lantaran adanya  kesempatan yang  didukung oleh kerendahan mental dan kepribadian si pelaku atas nilai kejujuran dalam pelaksanaan tugas jabatannya yang dipercayakan oleh negara kepada yang bersangkutan.

Ke Depan rekrutmen hakim harus benar-benar selektif, dengan memperhatikan kemampuan intelektual calon hakim dalam penguasaan ilmu hukum tetapi juga kepribadiannya, serta juga terbebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)" ,tutur pengacara yang sudah banyak berkiprah di dunia hukum tersebut

Alexius menambahkan, kalau sudah  melalui proses seperti yang tersebut  diatas,  ketika menjadi hakim mengadili suatu perkara korupsi, hakim hanya akan melihat perbuatan pelaku dan akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan pelaku, maka hakim dapat dengan bebas melepaskan rasa satu korps,  dan hanya menerapkan ketentuan undang-undang anti korupsi untuk menjatuhkan pidana hukuman secara maksimal kepada pelaku.

Mengapa demikian,  mengingat tindakan pelaku telah mencederai status kemuliaan profesi hakim yang akan berakibat negatif terhadap status profesi hakim secara keseluruhan, untuk itu sudah menjadi dasar awal yang harus ditanamkan melalui metode rekrutmen calon hakim agar berkepribadian Anti Korupsi.

Masih kata Pengacara Senior tersebut,  pendidikan untuk tidak melakukan korupsi oleh pejabat negara maupun swasta (selaku penyuap), bisa mudah diterima dan direalisasikan, apabila realita dalam proses pelaksanaan Peradilan bagi setiap Koruptor yang telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, harus di Vonis Hukuman Mati, ini akan lebih memudahkan bagi pejabat negara dan swasta untuk memahami dan menghindari melakukan korupsi.

Selama Orde Baru (Orba) hingga sekarang belum pernah ada koruptor yang dihukum mati. Tapi di jaman Orde Lama (Orla) ada koruptor yang dihukum mati yaitu mantan Gubernur Bank Indonesia Yusuf Muda Dalam tahun 1963-1966. Namun terpidana ini belum sempat dieksekusi telah lebih dahulu meninggal dunia" kata Alexius.

Undang Undang anti  korupsi yang mengancam para koruptor dihukum mati,  di Indonesia  rupanya hanya hiasan saja karena tidak pernah ada hakim yang  menjatuhkan pidana mati pada koruptor. 

Lain halnya kalau diluar negeri, para koruptor dijatuhi hukuman mati, misalnya di negara China, Vietnam, Irak, Thailand, dan masih banyak lagi. Dengan diberlakukannya hukuman mati bagi koruptor negara negara tersebut  sekarang sudah berkurang jumlah koruptornya, Pungkas Alexius Tantradjaja SH.MH. (SUR).

 



No comments

Powered by Blogger.