Hartono Tanuwidjaja : Kredit Macet Tidak Boleh Dibebani Bunga.

Teks foto. Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MAI,CBL, C.Med.

Jakarta,BERITA-ONE.COM-Pengacara senior Hartono TanuwidjajaSH.MH.MSI.CBL,C.Med selaku kuasa hukum PT Meiwa Metal santoso ( PT Teluk Gong Utama) melakukan  gugatan Perbuatan  Melawan Hukum (PMH) terhadap Rudi Setiawan Tergugat I (T.I), Notaris &PPAT Budiono Widjaja SH  tergugat II (T.II) ,  PPAT Rachmat Hidayat SH,MKn Tergugat (T.III) , dan Balai  Lelang Indonesia Tergugat (T.IV) ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Sedangkan Turut Tergugat I ( TT. I) PPAT I Nyoman Raka, Turut Tergugat II (TT.II) Kantor Pelayanan Kekayaan Negera dan Lelang ( PKKNL) Jakarta V Turut Tergugat III (TT.III) dan PT Bank Commonwealth LT Indonesia Turut Tergugat (TT.IV).

Dalam posita gugatannya Hartono Tanuwidjaja mengatakan, pada awalnya Penggugat PT Meiwa Metal Santosa merupakan debitur PT Bank Commonwealth ( PT Bank CI) berdasarkan perjanjian kredit NO. 18 tanggal 29 April 2014 jo Perubahan Perjanjian kredit NO. 479 PT PRK/PP 0715 tanggal 8 Juli 2015 dengan nilai hutang Rp 500 juta dan Rp 3,5 M per 25 Agustus 2017 dengan suku bunga 12,25 %. Dan keberadaan hutang  ke Bank CI tersebut telah  mengalami kemacetan atau sebagai Kredit Macet sejak 25 Agustus 2017.

Setelah itu Penggugat berusaha mencari penyandang dana untuk membayar lunas kredit macet tersebut, dan pihak Tergugat I sanggup memberikan dana talangan kepada Penggugat. Dan setelah 3 kali pertemuan  pihak tergugat menyerahkan draf Pengakuan 

Hutang dari pihak Tergugat II, dan ketika ditanyakan  ikhwal pilihan Notaris diarea Jakarta Selatan Tergugat I menyampaikan alasan bahwa Notaris & PPAT Budiono Widjaja SH ini tidak nakal. Maka Selanjutnya Penggugat dan Tergugat I setuju dan sepakat membuat san menandatangani Akta Pengakuan Hutang . tanggal 31 Oktober 2028 NO. 30 jo Surat Kuasa Untuk Membebankan Hak Tergugat NO. 31 tanggal 31 Oktober 2018 pad Tergugat II dengan syarat antara lain  sebagai berikut; 

Pasal I. Pihak Pertama mengaku telah telah menerima pinjaman sari pihak Kedua uang sebesar Rp 6,8 M. Pihak Pertama dan Kedua telah menandatangani Perjanjian Hutang Piutang  tanggal 28/10/2918 yang bermaterai cukup NO. 29/AGR/X/2018. Bahwa Perjanjian Hutang Piutang tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan Akta ini.

Jumlah uang yang ditransfer sebesar Rp 4.628.400.000 ditransfer Nomer  ke rekening 4001673766 dengan nama rekening Susoense Loan Collection yang diberi keterangan Pelunasan PT Teluk Gung Utama dan Hendra Santoso. Sisanta Rp 2171.600.000 akan ditransfer ke rekening pihak Pertama di 

Bank BCA ,Branch Jalan Panjang Kedoya, Account NO. 755.0112340 atas nama Daisy Santoso dengan keterangan transfer Loan. Jumlah sisa tersebut akan ditransfer setelah penandatanganan Akta ini dan untuk penerimaan sejumlah uang tersebut diatas, Akta itu juga berlaku sebagai tanda terima/kwitansi.

Pasal II. Jangka waktu perjanjian 4 bulan terhitung sejak tanggal 19/10/2018 dan akan berakhir selambat lambatnya 19/02/2019. Perpanjangan jangka waktu satu bulan pada saat seluruh hutang Pihak Pertama harus dilunasi, dengan bunga pinjaman 3 %. Pembayaran pinjaman Pokok dan bunga harus dibayar pihak Pertama pada pihak Kedua sekaligus saat pelunasan hutang dengan rincian hutang pokok sebesar Rp 6,8 M ditambah bunga sebesar Rp 816 Juta, total pembayaran Rp 7.616.000.000. Jumlah keseluruhan selambat lambatnya dibayar tanggal 19/02/2019. Pembayaran pelunasan hutang pihak  Pertama kepada pihak  Kedua harus dibayarkan lewat rekening. Bank dan Nomor rekening pihak Kedua akan diberikan kepada pihak pertama sebelum pelunasan.

Atas kesepakatan kedua belah pihak  jangka waktu diatas dapat diperpanjang dengan jangka waktu yang ditetapkan bersama. Pihak Pertama diberi hak untuk pembatalan lebih awal  , Akta Perjanjian ini dengan syarat jumlah pinjaman yang sedang berjalan dibayar. Pihak kedua berhak untuk minta pembayaran sebagian dengan  pemberitahuan lebih dahulu kepada pihak Pertama minimal 2 bulan sebelum waktu jatuh tempo pembayaran angsuran. Besarnya angsuran akan ditentukan bersama oleh pihak Pertama dan pihak Kedua, dengan pertimbangan kondisi keuangan pihak pertama tentang perubahan  pembayaran tersebut  akan dibuatkan Addendum.

Pasal IV. Jika pihak pertama tidak  memenuhi kewajiban pembayaran perjanjian tersebut  tersebut  di pasal 2 pada waktu yang   ditetapkan atau dengan toleransi waktu yang telah ditetapkan atau dengan toleransi waktu keterlambatan selama lamanya dua hari kerja dan atau sesuai perjanjian tertulis dari pihak kedua, maka lewatnya waktu itu saja sudah merupakan cukup bukti tentang kelalaiannya , dan tidak usah dinyatakan dengan surat juru sita atau surat lain, maka pihak Pertama dianggap Wan Prestasi.

Keterlambatan pembayaran mengharuskan pihak Pertama membayar denda  kepada pihak Kedua sebesar bunga pinjaman 3% dari Rp 7616.000.000 untuk satu bulan , apa bila dalam jangka waktu satu bulan pihak  Pertama  belum juga melunasi hutang maka pihak kedua berhak untuk melakukan sita  jaminan atas objek jaminan.

Berdasarkan Surat Kuasa untuk Memasang Hak Tanggungan NO. 31 tanggal 13 Oktober 2018 yang telah ditandatangani Penggugat kepada Tergugat I , maka pihak Tergugat I membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan NO. 127/2018 tanggal 28 November 2019 pada Tergugat III dengan Limit Hak Tanggungan s/d sebesar Rp 7,8 M untuk kepentingan Tergugat I. 

Ternyata sampai batas waktu 4 bulan dari pengakuan hutang NO. 30 jo Surat Kuasa Untuk Membebani Hak Tanggungan NO. 127/2018 tanggal 29 November  2018 tersebut atas inisiatif Penggugat telah dibuatkan Addendum Perjanjian Hutang Piutang NO. 29 tanggal 24 Mei 2019 jo Surat kuasa untuk Membebankan Hak Tanggungan NO. 11/2019 tanggal 24 Juni 2019 pada Tergugat IV dengan nilai Limit Hak Tanggungan peringkat kedua Rp 30 M pada tanggal 23 Mei 2022.

Ternyata inisiatif Penggugat untuk memperpanjang waktu perjanjian hutang NO. 30 jo Surat Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan NO. 31 tersebut melalui Addendum NO. 29 jo Surat Kuasa Untuk Membebani Hak Tanggungan NO. 31 tanggal 2o Mei 2019 tersebut dan dilanjutkan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan NO. 11/2019 tanggal 24 juni 2019 ternyata mengandung cacat hukum.

Nilai kewajiban Penggugat sebagai Kreditur pada Akta Pengakuan Hutang asal NO. 30 Oktober 2019 telah diubah dengan penambahan bunga dan denda yang tidak sapat dibayar oleh Penggugat, sehingga seolah olah Tergugat telah melakukan pembiaran yang melanggar etika kepatutan untuk menarik keuntungan dengan Bunga dan Denda kepada perusahaan Penggugat yang sudah diketahui mengalami Kredit Macet sejak awal, dengan demikian Tergugat secara tegas dan nyata telah menari nari diatas penderitaan orang lain.

Secara fakta perusahaan Penggugat jadi debitur bank dengan dibebani bunga nominal 12,25 %/tahun sudah tidak mampu membayar, apa lagi dalam keadaan perusahaan dalam tidak normal akibat terhentinya produksi dibebani bunga sampai 36 % pertahun yang dirasakan sangat memberatkan dan tidak wajar.

Penambahan jumlah nilai hak tanggungan Peringkat Pertama dan  Kedua dari Rp 7,8 M ke Rp Rp 30 M sebagi mana tercantum sebagai mana tercantum dalam Akta Pemberian  Hak Tanggungan  NO. 11/2019 tanggal 24 Juni 20 19 ternyata dibuat berdasarkan Surat Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan NO. 30 tanggal 2r Mei 2019 yang secara jelas melewati batas waktu 1 bulan untuk pelaksanaan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yakni selambat lambatnya pada  tanggal 23 Juni 2019 , dan fakta membuktikan bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan NO. 10/2019  telah dibuat pada tanggal 24 Juni 2019. Sehingga upaya pelelangan hak tanggungan berdasarkan Akta Pengakuan Hutang NO. 30 jo Surat Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan NO. 31 tanggal 18 Oktober NO. 28 jo Addendum Perjanjian Hutang Piutang tanggal 24 Mei 2019 NO. 29 jo Surat kuasa Untum Membebani Hak Tanggungan NO. 30 tanggal 24 Mei 2019 jo Akta Pemberian Hak Tanggungan NO.19 /2019 tanggal 24 Juli 2023 tersebut menjadi tidak sah.

Ternyata pada tanggal 19 Desember 2022 pihak Penggugat dan Turut Tergugat I telah menerima Penerbitkan Pengumuman  Pertama dalam bentuk selebaran yang terkait dengan upaya lelang atas obyek sertifikat milik Penggugat ditempat Turut Tergugat II yang diikuti Pengumuman Kedua Lelang Eksekusi Hak Tanggungan tanggal 13 Januari 2023. 

Upaya pihak Tergugat untuk melaksanakan Lelang Hak Tanggungan tanggal 17 Januari 2023 diatas sejatinnya telah melanggar ketentuan pasal 4 Akta Pengakuan Hutang tanggal 31 Oktober 2018 NO. 30 yang secara jelas telah mengatur Hak Penggugat sebagai  Kreditur untuk untuk mengajukan sita jaminan atas obyek jaminan, dan bukan untuk melakukan lelang terhadap obyek jaminan.

Atas perbuatan Tergugat yang telah melawan hukum tersebut sudah jelas merugikan Penggugat karena aset perusahaan milik Penggugat yang berupa tanah dan bangunan serta mesin mesin pabrik nilai taksasinya lebih kurang Rp 85 M . 

Untuk kerugian tersebut wajar Penggugat minta keberadaan Sertifikat Jaminan milik Penggugat  dengan dengan melakukan pemberesan hutang hanya sampai angka Rp 7,8 M  atau cukup dicover dengan jaminan Sertifikat yang setara nilainya dengan hutang Penggugat saja, sehingga Penggugat dapat menjual dua Sertifikat  lain  kepada investor lain dan tidak tersandera panjang olek Tergugat.

Atas perbuatan Turut Tergugat I, II dan III yang yang melakukan upaya Lelang Hak Tanggungan tersebut,  oleh pihak Penggugat telah dilayangkan Surat Keberatan , akan tetapi  tidak diindahkan , bahkan pihak Tergugat tetap membebankan bunga pinjaman kepada   Penggugat  yang telah mengalami Kredit Macet sejak menjadi Debitur PT Bank CI.

Dan untuk itu sangatlah layak apa bila penggugat meminta agar pihak Tergugat untuk membayar kerugian atas tersandera Sertifikat sertifikat milik penggugat sehingga tidak dapat ditawarkan atau dijual kepada calon investor lain, dan sekaligus  melakukan pemberesan hutang dengan Tergugat yang apabila dihitung secara material sebesar Rp 85 M dikurangi Rp 7,8 M = Rp 77,2 M 

Menurut Hartono Tanuwidjaja bahwa yang namanya kredit macet adalah hutang tetap yang tidak  dapat ditambah tambah apa lagi dibebani bunga,  meski peristiwa itu terjadi 10 tahun lalu, misalnya. Dan masalah kredit macet ini sudah ada Yurisprodesinya dari  Mahkamah Agung ( MA) .

Saya tidak mau jaminan itu dilelang karena nilainya antara Rp 75 M sampai Rp 85 M. Kok mau dilelang dengan harga Rp 57 M. Makanya saya gugat ke Pengadilan. Dalam hal ini saya maunya damai berhitung secara baik baik" katanya. (SUR).

ks foto. Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MAI,CBL, C.Med.





 

No comments

Powered by Blogger.