Wakil Jaksa Agung : Pentingnya Kecepatan Dalam Penyitaan Aset Hasil Korupsi.
Teks foto : Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono. |
JAKARTA, BERITAONE.CO.ID--Tema Focus Group Discussion (FGD) kali ini sangat penting karena terkait dengan benturan antara rezim publik keuangan negara dan rezim privat. Dan langkah-langkah yang perlu diambil penyidik dalam melaksanakan sita eksekusi, termasuk mempertimbangkan berbagai aspek seperti kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kata Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono.
Wakil Jaksa Agung menekankan, pentingnya kecepatan dalam menyita aset yang diduga hasil tindak pidana korupsi, mengingat para pelaku sering kali cepat mengalihkan aset melalui metode pencucian uang. “Penyidik harus lebih cepat dari pelaku untuk mencegah pengalihan aset,” tegas Feri dalam acara " Perlakuan Terhadap Objek Sita Eksekusi Berkaitan dengan Hak-Hak Pihak Ketiga yang Beritikad Baik” pada Rabu, 25 September 2024 di Indonesian Convention Exhibition (ICE), BSD, Tangerang.
Wakil Jaksa Agung, Feri Wibisono, yang menjadi keynote speaker, menyoroti bahwa tema FGD kali ini sangat penting karena terkait dengan benturan antara rezim publik keuangan negara dan rezim privat. Dalam sambutannya, Feri juga menjelaskan langkah-langkah yang perlu diambil penyidik dalam melaksanakan sita eksekusi, termasuk mempertimbangkan berbagai aspek seperti kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) yang menggelar acara FGD ini menjelaskan, paradigma dalam penanganan kasus korupsi telah berubah, dari sekadar pemidanaan menjadi fokus pada pemulihan kerugian negara. JAM Pidsus menegaskan bahwa kejaksaan memiliki instrumen untuk menyita aset sesuai dengan Pasal 39 KUHAP dan Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kewenangan kejaksaan dalam melakukan sita eksekusi untuk pembayaran denda dan uang pengganti sudah ditegaskan dalam Pasal 30C huruf g Undang-Undang Kejaksaan RI. Sita eksekusi tidak memerlukan izin dari pengadilan, namun jaksa harus tetap cermat dan hati-hati dalam mengambil keputusan,” jelas JAM Pidsus.
JAM Pidsus menambahkan, optimalisasi penyelamatan keuangan negara juga dilakukan dengan fokus pada pertanggungjawaban pidana tidak hanya untuk individu, tetapi juga untuk korporasi yang terlibat dalam tindak pidana. “Pemidanaan terhadap korporasi akan menghasilkan efek jera sekaligus berkontribusi terhadap pendapatan negara,” lanjutnya.
Masih kata JAM Pidsus bahwa Kejaksaan RI telah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp3,78 triliun, melebihi target dari tahun sebelumnya.
Acara ini menghadirkan narasumber terkemuka seperti Hakim Agung Dr. Yanto, SH, MH, ahli hukum agraria Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH, MCL, MPA, serta ahli hukum bisnis dan perseroan Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH, MS, yang turut memberikan perspektif dalam diskusi tersebut.(SUR).
No comments