Winda, Pencari Keadilan Dari Kalimantan Selatan Mendatangi Komisi Yudisial
![]() |
| Keterangan foto : Winda ( nomor 3 dari kiri) bersma penasehat hukumnya di KY. |
JAKARTA, BERITAONE.CO.ID-Untuk kedua kalinya Winda Asriany warga Kalimantan Selatan mendatangi Komisi Yudisial (KY) RI untuk mencari keadilan terhadap tanah miliknya . Sebelumnya Winda bersama suaminya juga pernah datang di KY untuk melaporkan kasus yang sama, sebulan yang lalu.
Hari ini Winda datang ke KY didampingi oleh sejumlah pengacaranya yang antara lain Apriani Sijabat, SH, MH Frenky Siregar, SH dan Jamian Purba, SH, MH untuk memenuhi undangan audensi di KY, dimana dalam audensi tersebut bertemu dengan TIti (kepala tenaga ahli) dan Very (ketua tim pemeriksaan kode etik) Senin, (21/7/2025.)
Dalam pertemuannya dengan pihak KY , kuasa Hukum Winda, Frenky Siregar mengatakan, "Kami datang Audensi , jadi kita datang kesini dengan undangan audensi yang mana kita ini diundang resmi oleh KY untuk menanggapi terkait dengan laporan daripada klien kita yang mana klien kita ini dimana dalam laporannya itu masalah kode etik yang dilakukan oleh hakim yang ada di PN Rantau Kalimantan Selatan (Kalsel), kata Frengky.
Jadi kita sudah menyampaikan tadi di ruangan audensi poin-poinnya dan menjelaskan secara rinci di sana bahwa pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh hakim di sana terkait dengan kode etik. Kira-kira gitu, dan Kelanjutannya nanti diberitahukan kepada kita, karena ada beberapa persyaratan yang harus kita siapkan lagi dan nanti di sana akan ada pemberitahuan, nanti ada lagi upaya panggilan kepada hakimnya yang ada di sana. Nanti itu poinya daripada Komisi Judisial. Hakim yang di sana, Hakim Pengadilan Negeri Rantau.
Kalau dari pihak dari KY sendiri terkait dengan dokumen dari Ibu Winda ini, semuanya sudah lengkap. Dinyatakan lengkap tapi masih ada beberapa persyaratan yang kita mau lengkapi, transkip, dan ada rekaman yang mana dari laporan klien kita ini supaya menguatkan buktinya dalam laporannya, kira-kira gitu.
Jamian Purba SH juga kuasa hukum Winda mengatakan Sesuai tugas dan fungsi Komisi Judisial, itu terkait pelanggaran ini. Kami hanya menyampaikan pengalaman selama persidangan dalam menangani perkara ini bahwa kami tidak diberi ruang untuk melihat bukti-bukti yang diajukan penggugat. Walaupun masih ada waktu untuk itu.
Buktinya, putusan terkait perkara ini ditentukan minggu depan , Artinya tidak mengganggu kalau seumpamanya acara offline pembuktian dari penggugat, biar kita sama-sama melihat dari sisi tergugat maupun turut tergugat, tapi tidak diajukan bisa. Jadi, sementara bukti kami mereka lihat, bukti mereka kami tidak tahu . Jadi fidak imbang. Ini bicara kode etik saja. Melihat dengan apa yang sudah disampaikan kepada Komisi Judisial, artinya ada pelanggaran.
Sedangkan Apriani Sijabat SH, juga pengacara Winda mengatakan, "Jadi, yang sangat kita apresiasi adalah kesempatan audiensi ini karena memang tiga permohonan kita.
Pertama permohonan untuk pemantauan dan mereka menyatakan itu sudah dikerjakan, itu sudah diproses. Lalu yang kedua, pengaduan kita dan juga kita meminta audiensi. Dan inilah hari dimana kita dibuka untuk kesempatan audiensi.
Tadi setelah kita menerangkan secara rinci pengaduan kita, ada mereka menunjuk ahli, ahli yang adalah mantan hakim yang sudah senior. Dan ibu itu tadi menerangkan dengan jelas bahwa memang disini sangat terbukti adanya pelanggaran kode etik.
Sedangkan pemilik tanah yang sedang berjuang mencari keadilan ini, Winda mengatakan "Putusannya tidak mempertimbangkan fakta yang ada selama persidangan. Jadi untuk hari ini, saya terima kasih kepada Komisi Judisial yang mau menanggapi secara cepat pengaduan saya. Mungkin ini juga karena bantuan teman-teman wartawan yang mengapresiasikan orang yang mencari keadilan seperti saya.
Yang saya ingin sampaikan adalah yang pertama, saya diberikan kesempatan audiensi hari ini dan itu sangat luar biasa. Kami bisa menyampaikan langsung apa yang kami rasakan, apa yang kami dapatkan, hak-hak kami selama di PN. Dan yang kedua, permohonan pemantauan kasasi saya dikabulkan oleh Ketua KAI dan mereka akan bersurat kepada Ketua MA untuk mengkawal, memantau kasasi saya.
Dan harapan saya, kasasi saya ini bisa secara objektif, mungkin diputus oleh hakim MA nanti. Dan tentang pelanggaran kode etik yang kami laporkan hari ini, ya kami sangat apresiasi kepada tenaga ahli yang hadir yang mau mendengarkan secara langsung apa yang kami rasakan, apa yang kami alami di sana, baik saya, baik kuasa hukum saya yang menemani saya selama persidangan di sana, jadi tadi ditanggapi dengan baik. Dan satu yang saya garisbawahi adalah kode etik yang positif yang dilanggar oleh PNR adalah tidak memberikan kesempatan saya pihak tergugat untuk melihat bukti mereka.
Bukti asli mereka, saya tidak diberikan. Ya, bukti asli perusahaan tersebut. Bukti asli perusahaan tersebut, Kami sebagai tergugat tidak diberikan kesempatan dan itu telah melanggar kode etik.
Cuman memang ada satu dokumen yang harus saya lengkapi adalah transkrip rekaman selama persidangan, itu aja. Nah, dan itu rencananya saya akan antarkan besok, sehingga mereka bisa memproses pemeriksaan analisisnya, kemudian mereka akan memanggil pihak hakim-hakim tersebut. Dan saya juga ingin update sama teman-teman media, bahwa pertanggal 20 Juli saya mendapatkan surat dari PN Rantau, di mana di sini saya dapat undangan untuk datang ke PN Rantau, saya dikasih waktu tujuh hari untuk ke pengadilan negeri Rantau untuk melakukan inzage.
Inzage itu di mana saya harus mengecek semua pemeriksa, memeriksa semua berkas-berkas kelengkapan. Sebelum diajukan ke kasasi. Sebelum diajukan ke kasasi.
Kasus ini berawal dengan adanya majelis hakim yang terdiri Achmad Iyud Nugraha SH MH (ketua), Dwi Army Okik Arissandi SH MH dan Fachrun Nurrisya Aini SH diduga melakukan pelanggaran kode etik sebagai hakim atau berkecenderungan berpihak ke penggugat PT Kharisma Alam Persada (KAP) saat menangani perkara sengketa tanah.
Winda menyebutkan keberpihakan tersebut terjadi saat majelis hakim menangani sengketa tanahnya di Desa Margasari Hilir, Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan Sertifikat hak milik atas tanah nama dirinya dan suamnay tersebut dinyatakan majelis hakim tidak berlaku atau tidak sah sebagai alas hak lahan seluas 7.409 m2 tersebut. Sebaliknya PT KAP yang tidak didukung dokumen kepemilikan yang sah, hanya SKKT, kata Winda, justru dinyatakan majelis hakim sebagai pemilik yang sah.
Putusan majelis hakim yang menyatakan lahan kami sebagai milik PT KAP itulah yang kami adukan ke KY ini. Kami menduga ada dugaan pelanggaran kode etik hakim,” ujar Winda Asriany kepada sejumlah wartawan di Gedung KY Jakarta, kepada beberapa warawan . (SUR)










No comments