Pengacara : Perkara Korupsi LPEI Seharusnya Masuk Ranah Perdata atau Pidana Umum, Bukan Tipikor

Keterangan foto : Para pengacara terdakwa kasus LPEI.

JAKARTA, BERITAONE.CO.ID – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi yang merugikan negara melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp 858,5 miliar pada Jumat, (15/8/2025). Sidang yang dipimpin oleh majelis hakim Brelly Dien Yanuar, SH, menghadirkan tiga terdakwa dari PT Petro Energy Newin Nugroho (Presiden Direktur), Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur), dan Jimmy Marsin (Komisaris Utama sekaligus penerima manfaat perusahaan).

Dalam sidang hari ini, tim kuasa hukum terdakwa Jimmy Marsin yang dipimpin oleh DR. Soesilo Aribowo, SH, MH, menyampaikan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Keterangan foto : Para Terdakwa salami JPU.

Kami menyampaikan dua poin utama dalam eksepsi pertama, soal eksepsi absolut yang mempertanyakan kewenangan Tipikor untuk mengadili perkara ini, dan kedua, soal surat dakwaan yang dinilai tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap,” ujar Soesilo kepada wartawan usai sidang.

Soesilo menegaskan, perkara ini lebih tepat jika dikategorikan sebagai perkara keperdataan atau pidana umum. Ia menjelaskan bahwa kredit yang dipermasalahkan dalam dakwaan saat ini masih berstatus lancar, berdasarkan perjanjian antara para pihak.

“Karena ini dilandasi oleh perjanjian kredit, maka seharusnya ranahnya adalah keperdataan. Apalagi PT Petro Energy juga saat ini dalam status pailit. Jadi sudah masuk ke yurisdiksi hukum kepailitan, bukan Tipikor,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa karena LPEI berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka setiap pelanggaran yang terjadi mestinya lebih dahulu diproses oleh otoritas tersebut. Ia menambahkan, tidak ada ketentuan dalam undang-undang yang menyatakan pelanggaran terhadap aturan OJK otomatis menjadi kasus tindak pidana korupsi.

“Pasal 14 Undang-Undang Tipikor menyebutkan bahwa perbuatan yang dapat dijerat harus diatur secara tegas. Dalam hal ini, undang-undang LPEI tidak menyatakan secara eksplisit bahwa pelanggaran terhadapnya merupakan korupsi. Maka lebih tepat kalau ini ditangani sebagai pidana umum atau bahkan perdata,” imbuhnya.

Ia juga menyoroti ketidakjelasan dakwaan JPU yang hanya fokus pada pencairan kredit, tanpa memperhatikan fakta bahwa kredit tersebut masih aktif dan belum menyebabkan kerugian negara secara nyata.

“Kalaupun ada kerugian, itu hanya potensi kerugian LPEI sebagai lembaga keuangan, dan hal ini diatur dalam UU No. 2 Tahun 2009. Status kredit masih lancar. Maka unsur kerugian negara pun patut dipertanyakan,” tegasnya.

Selain itu, Soesilo juga mempertanyakan asas keadilan dalam penegakan hukum. Ia menilai, justru pihak swasta yang lebih dahulu diseret ke pengadilan, sementara unsur penyelenggara negara belum tersentuh.

“Ini yang menjadi sorotan kami. Undang-undang Tipikor itu pada dasarnya ditujukan kepada penyelenggara negara. Tapi dalam kasus ini, pihak swasta justru diproses lebih dulu. Harusnya minimal paralel, atau bahkan LPEI-nya yang lebih dahulu diperiksa,” tegas pengacara senior tersebut.

Sidang kemudian ditunda hingga minggu depan guna memberi waktu kepada JPU untuk menyusun tanggapan atas eksepsi yang telah diajukan oleh tim kuasa hukum.(SUR)

No comments

Powered by Blogger.