Tak Aneh Lagi Ada Pesanan WTP Di Semua Lembaga,WTP Pun Tidak Menjamin Tak Ada Korupsi

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Operasi Tangkap Tangan (OTT) oknum pejabat Kemendes dan BPK untuk pesanan meraih opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP), terbilang telat. Pesan memesan WTP kepada BPK sebenarnya bukan barang baru. Hanya saja desas-desus itu baru menjadi kenyataan setelah ada OTT dari KPK.

Demikian dikemukakan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya Senin (29/5). “Publik tidak heran lagi. Sebab, desas-desus pesan memesan opini WTP sudah sejak lama berhembus. Tidak hanya untuk kementerian/lembaga di pusat, tapi juga untuk provinsi, kabupaten, kota di daerah-daerah. KPK sebetulnya terhitung lamban memberantas hal tersebut,” tulis Heri dalam rilisnya.

Kasus ini benar-benar mencoreng institusi BPK yang harusnya mampu mengawasi dan mengamankan keuangan negara. Praktik curang ini telah memanipulasi temuan yang sebenarnya harus diungkap ke publik. “Kalau sekarang baru terkuak ke permukaan, itu karena lebih banyak faktor apes saja,” ungkap Heri. OTT ini sekaligus juga menjawab keraguan publik atas integritas para auditor BPK yang mudah memperjualbelikan opini WTP.

“Selama ini, sebagian publik selalu mempersepsikan aneh hasil audit BPK. Misalnya, ada daerah miskin dengan partisipasi masyarakat rendah, tetapi BPK memberikan opini atas laporan keuangannya dengan rapor WTP. Sebaliknya, ada daerah yang sejahtera dan tingkat partisipasi publik tinggi, tetapi BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian atau Disclimer. Sebetulnya, WTP pun tidak menjamin tak ada korupsi. Dan bukan berarti tidak mendapat WTP pasti ada korupsi,” ungkap politisi Gerindra ini.

BPK harus berbenah, membersihkan diri dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. BPK sangat dibutuhkan untuk menata keuangan negara yang transparan dan bersih. Ia juga menjadi tulang punggung pengawasan keuangan negara. Apalagi, saat ini keuangan negara telah melebihi Rp3.807 triliun. Nilai tersebut terdiri dari pusat Rp2.034 triliun, daerah Rp827 triliun, PAD Rp180 triliun, capex opex BUMN Rp1.587 triliun, dan plus penyimpangan yang terjadi oleh gagalnya perencanaan, mark-up, dan indeks kemahalan hingga lebih dari 20%.

Heri menyerukan, ke depan pimpinan BPK tidak lagi diisi oleh orang-orang berlatar parpol atau punya hubungan historis dengan parpol tertentu. “Ini penting untuk mengembalikan trust publik, yakni sesuatu terobosan yang tajam,” tandas Heri, singkat. Setelah kasus OTT ini, BPK dipastikan akan berjuang mengembalikan kepercayaan publik dengan melakukan reformasi institusi secara total dan sungguh-sungguh.

Parlementaria megatakan, “BPK harus terus meng-upgrade auditornya sehingga menjadi individu yang berani, memiliki komitmen, dan konsistensi tinggi. Pintar saja tidak cukup agar tidak mudah digiring, didorong oleh tanda terima kasih,” kilah Heri lagi. (SUR)

No comments

Powered by Blogger.