Bupati Buton Yang Suap Mantan Ketua MK Dituntut hukuman 5 Tahun Penjara.

Bupati Buton non aktip.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kiki Akhmad Yani,  menuntut hukuman terhadap Bupati Buton non aktip, Samsu Umar Abdul Samiun selama 5 tahun penjara potong tahanan.

Selain itu terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Tuntutan ini dibacakan Rabu 6 September di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam Requisitornya yang dibacakan dihadapan majelis hakim yang diketuai Ibnu Basuki SH tersebut,  JPU mengatakan,  bahwa terdakwa  telah terbukti    secara sah dan meyakinkan menyuap mantan hakim yang  juga  Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) Akil Muhtar.

"Berdasarkan uraian diatas  kami berkesimpulan terdakwa Samsu Umar Samiun telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar ketua tim penuntut umum Kiki Ahmad Yani .

JPU menjelaskan , Samsu memberikan uang sebesar Rp 1 miliar ke Akil  Muhtar dari yang dijanjikan Rp 6 milyar . Uang  suap tersebut  diberikan  untuk memengaruhi putusan akhir perkara MK Nomor: 91-92/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juli 2012 .
Perkara ini tentang  Perselisihan Hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Buton Maluku Utara tahun  2011.

Pada Agustus 2011, Samsu bersama wakilnya, La Bakry, mencalonkan diri sebagai peserta Pilkada Bupati Buton. Namun berdasarkan hasil penghitungan suara, KPU Kabupaten Buton menetapkan pasangan Agus Feisal Hidayat dan Yaudu Salam Adjo sebagai pemenang dari hasil penghitungan suara.

Terhadap  keputusan KPU daerah tersebut, Samsu dan Bakry mengajukan gugatan ke MK. Kemudian MK mengeluarkan putusan sela yang menyatakan perlu dilakukan pemungutan suara ulang. Dan hasilnya, Samsu dan Bakry mendapat perolehan suara sah terbanyak.

Selanjutnya beberapa waktu kemudian , Advokat Arbab menyampaikan adanya permintaan dari Akil,  agar Samsu menyediakan uang sebesar Rp 6 miliar terkait putusan akhir Pilkada Buton, dan hanya diberikan oleh Samsu Rp ,1 milyar saja kepada Akil.

Tindakan terdakwa  sudah memenuhi ketentuan dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bagi terdakwa yang memberatkan,  karena tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi dan berbelit-belit  dalam persidang. Yang meringankan terdakwa sopan dan masih memiliki tanggung jawab keluarga.

Sebelum sidang ditutup, baik terdakwa ataupun penasehat hukumnya menyatakan akan melakukan pembelaan pada pekan depan. (SUR).

No comments

Powered by Blogger.