Pembela Nelayan Dan Lingkungan Hidup Ditangkap.
Tubagus Budhi Firbany, seorang aktivis pembela nelayan dan lingkungan hidup di Pulau Bangka |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Tubagus Budhi Firbany, seorang aktivis pembela nelayan dan lingkungan hidup di Pulau Bangka ditangkap oleh Polres Bangka, 3/8/2017 lalu.
Penangkapan dilakukan berdasarkan surat perintah membawa saksi yang sekaligus penetapannya sebagai tersangka atas dasar pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan (yang pasal ini sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada 2014), pasal Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Ayat 1 .
Pasal ini antara lain mengatur mengenai kepemilikan senjata api dan senjata tajam, separatisme dan pengorganisasian perlawanan bersenjata melawan pemerintah yang sah, dan pasal 55 KUHP tentang menganjurkan orang berbuat kejahatan.
Penangkapan oleh polisi diduga terkait dengan aktivitas Tubagus Budhi Firbany atau yang biasa disapa Panglima dalam melakukan pembelaan atas nelayan di Pulau Bangka melawan para penambang timah ilegal yang menghalangi nelayan melaut, merusak lingkungan, melanggar hukum dan undang-undang.
Budhi juga dikenal sebagai ketua komunitas nelayan di Pulau Bangka yang sangat keras memprotes gangguan-gangguan para penambang ilegal yang beraktivitas di lokasi kapal-kapal nelayan melaut (lihat profil di lampiran berikutnya dan kronologi kasus). Tindakan para penambang timah ilegal ini mengancam mata pencarian nelayan dan kehidupan keluarga nelayan, merusak dan mencemarkan lingkungan dan laut.
Dampak dari penambangan timah ilegal adalah kehidupan masyarakat yang termiskinkan dan pengrusakan lingkungan hidup. Penambangan ilegal juga menciptakan teror dan gangguan terhadap kehidupan masyarakat lokal dan pernah diadukan ke lembaga bantuan hukum dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komas HAM).
Penangkapan atas Budhi bertentangan dengan Pasal 66 Undang Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 yang telah menetapkan bahwa setiap orang yang berjuang untuk hak atas lingkungan hidupnya tidak dapat dipidanakan. Kriminalisasi terhadap Panglima dan nelayan bertentangan dengan undang-undang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Praktik penambangan ilegal juga dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena mengambil atau menambang tanpa izin yang lengkap dan sah dari pemerintah. Hasil tambang di negara ini wajib digunakan untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk keuntungan segelintir korporasi. Sebagaimana kita ketahui, bahan baku dari barang-barang berteknologi tinggi yang diproduksi Apple, Microsoft dan IBM berasal dari timah Pulau Bangka. Sekitar 80 persen timah Pulau Bangka menjadi bahan baku produk label penting dunia. Bagaimana jika bahan yang digunakan adalah timah hasil penambangan ilegal? Maka produk itu terdiri dari bahan yang merupakan hasil kejahatan dan melanggar undang-undang di negara bersangkutan.
Kasus kriminalisasi atas Budhi ini sudah dilaporkan kepada Kadiv. Propam Mabes POLRI, Kapolri, Wakapolri, Irwasum, Kabareskrim Polri, Kompolnas dan Komnas HAM.
Tim pengacara menganggap sejak awal telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dialami Panglima dan para nelayan yaitu:
Hak untuk melangsungkan hidup bagi para nelayan di lokasi tempat mereka biasa menangkap ikan
Teror, kekerasan dan bahkan ancaman pembunuhan terjadi terhadap Panglima maupun nelayan karena memprotes penambangan ilegal.
Penangkapan dilakukan berdasarkan surat perintah membawa saksi yang sekaligus penetapannya sebagai tersangka atas dasar pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan (yang pasal ini sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada 2014), pasal Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Ayat 1 .
Pasal ini antara lain mengatur mengenai kepemilikan senjata api dan senjata tajam, separatisme dan pengorganisasian perlawanan bersenjata melawan pemerintah yang sah, dan pasal 55 KUHP tentang menganjurkan orang berbuat kejahatan.
Penangkapan oleh polisi diduga terkait dengan aktivitas Tubagus Budhi Firbany atau yang biasa disapa Panglima dalam melakukan pembelaan atas nelayan di Pulau Bangka melawan para penambang timah ilegal yang menghalangi nelayan melaut, merusak lingkungan, melanggar hukum dan undang-undang.
Budhi juga dikenal sebagai ketua komunitas nelayan di Pulau Bangka yang sangat keras memprotes gangguan-gangguan para penambang ilegal yang beraktivitas di lokasi kapal-kapal nelayan melaut (lihat profil di lampiran berikutnya dan kronologi kasus). Tindakan para penambang timah ilegal ini mengancam mata pencarian nelayan dan kehidupan keluarga nelayan, merusak dan mencemarkan lingkungan dan laut.
Dampak dari penambangan timah ilegal adalah kehidupan masyarakat yang termiskinkan dan pengrusakan lingkungan hidup. Penambangan ilegal juga menciptakan teror dan gangguan terhadap kehidupan masyarakat lokal dan pernah diadukan ke lembaga bantuan hukum dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komas HAM).
Penangkapan atas Budhi bertentangan dengan Pasal 66 Undang Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 yang telah menetapkan bahwa setiap orang yang berjuang untuk hak atas lingkungan hidupnya tidak dapat dipidanakan. Kriminalisasi terhadap Panglima dan nelayan bertentangan dengan undang-undang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Praktik penambangan ilegal juga dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena mengambil atau menambang tanpa izin yang lengkap dan sah dari pemerintah. Hasil tambang di negara ini wajib digunakan untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk keuntungan segelintir korporasi. Sebagaimana kita ketahui, bahan baku dari barang-barang berteknologi tinggi yang diproduksi Apple, Microsoft dan IBM berasal dari timah Pulau Bangka. Sekitar 80 persen timah Pulau Bangka menjadi bahan baku produk label penting dunia. Bagaimana jika bahan yang digunakan adalah timah hasil penambangan ilegal? Maka produk itu terdiri dari bahan yang merupakan hasil kejahatan dan melanggar undang-undang di negara bersangkutan.
Kasus kriminalisasi atas Budhi ini sudah dilaporkan kepada Kadiv. Propam Mabes POLRI, Kapolri, Wakapolri, Irwasum, Kabareskrim Polri, Kompolnas dan Komnas HAM.
Tim pengacara menganggap sejak awal telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dialami Panglima dan para nelayan yaitu:
Hak untuk melangsungkan hidup bagi para nelayan di lokasi tempat mereka biasa menangkap ikan
Teror, kekerasan dan bahkan ancaman pembunuhan terjadi terhadap Panglima maupun nelayan karena memprotes penambangan ilegal.
Penuntutan, pengadilan dan pemenjaraan yang sewenang-wenang terjadi tanpa melalui proses hukum yang benar dan adil terhadap terhadap pemuda nelayan.
Penuntutan dan penangkapan yang sewenang-wenang terjadi terhadap Panglima dan dia tidak diberikan kesempatan untuk membela diri, tapi langsung ditahan di Polres Bangka sebagai tersangka kejahatan yang tanpa barang bukti kejahatan.
Tuduhan mengajak melakukan kejahatan dan membawa senjata tajam dan/atau senjata api terhadap Budhi adalah tidak benar, karena Budhi adalah orang yang membela hak-hak orang lain, yaitu komunitas nelayan yang memprotes ketidakadilan serta lingkungan hidup/laut, bukanlah mengajak melakukan kejahatan.
Sehubungan dengan itu Tim pengacara menuntut:
Hentikan upaya kriminalisasi dan membebaskan Budhi dari segala tuntutan hukum.
Memulihkan nama baik atau merehabilitasi nama baik Budhi.
Melakukan proses hukum atas para penambang timah ilegal yang merusak lingkungan dan menghancurkan mata pencarian nelayan.
Kepada Mabes POLRI diharapkan dapat melakukan penyelidikan yang obyektif atas Polres Bangka terkait kasus ini, harap tim kuasa hukum Budhi yang antara lain Suci Madio SH, Ecy Tuasikal SH, Maslan Tuasikal dan HM.D.Tolaohu SH. Demikian siaran pers KontraS. 21 September 2017. (SUR).
No comments