Saksi Ahli Prof DR Adami Hajawi : Disparitas Pemidanaan Itu Boleh ,Tapi Tidak Boleh Berlebihan


OC Kaligis Bersama Pengacara Dan Stafnya
Jakarta, BERITA-ONE. COM-Sidang Permohonan Peninjauan  Kembali (PK) ke-2 yang di diajukan oleh pengacara senior  Prof DR Otto Cornelis Kaligis SH atau OC Kaligis,  digelar kembali dengan agenda pemeriksan saksi ahli Prof DR Adami Hajawi,  dosen luar biasa  Universitas Brawijaya, di Pengadilan Tipikor Jakarta,   Rabu 24 April 2019.

Saksi ahli Prof DR Adami  dihadapan majelis hakim yang diketuai Fatlan Hendrik SH menjawab pertanyaan pemohon PK ke-2 OC Kaligis mengatakan, masalah disparitas pemidanaan  terhadap para terdakwa yang didakwa melakukan dindak pidana bersama sama seperti yang dimaksud dalam pasal 55 ayat (1)  KUHP boleh boleh saja, asal tidak terlalu jauh perbedaannya.

Karena, disparitas pemidanaan ini diperbolehkan dalam  sistim pengancaman pemidanaannya, Undang Undang  membolehkan, akan tetapi tidak boleh berlebih lebihan dalam hal penyertaan.

Jadi disparitas pemidanaan yang berlebihan tidak boleh atau tidak betul bila berdasarkan pasal 55 ayat (1) KUHP.

Apabila A dan B dalam suatu peristiwa pidana, A yang berperan lebih besar dihukum oleh hakim selama 3 tahun, sedangkan B yang  tidak tahu apa-apa tapi oleh hakim dikukum 10 tahun , apakah ini merupakan putusan hakim yang  adil? ", tanya OC Kaligis pada saksi ahli.

" Lho, kalau B tidak ada perannya dalam suatu pidana, ya tidak bisa dipidana",  jawab saksi ahli tegas.

Sebagai fakta contoh, Gery dalam satu kasus dengan saya (OC Kaligis) dihukum 2 tahun, sedangkan saya dihukum 7 tahun, disini terdapat disparitas,
itu perbandingannya apa", tanya OC Kaligis lagi.

Saksi menjawab, disparitas itu perbandingannya putusan yang terakhir/inkrach. 

Jadi itu bisa terjadi pada tingkat pertama/pengadilan negeri, bisa juga pada putussn PK. Jadi disparitas itu masih berlaku  karena tindak pidananya sama, katanya.

Seperti diketahui, OC Kaligis mengajukan PK ke-2 ini karena terjadi disparitas pemidanaan yang berlebihan terhadap  dirinya yang dalam PK-nya  ke-1 dihukum selama 7 tahun penjara, sedangkan Gery sebagai pelaku utama dalam kasus suap hakim PTUN Medan Tripeni hanya dihukum 2 tahun penjara, Syamsiar Yuswan dihukum 3 tahun, dan para hakim dihukum antara 3 sampai 4 tahun.

Disinilah sang profesor ini mengajukan PK ke-2 karena adanya disparitas pemidanaan oleh hakim diman Gery yang disebut sebagai pelaku utama hanya dihukum 2 tahun tapi OC Kaligis yang tidak tahu apa-apa dihukum 7 tahun penjara.

" Fakta disparitas lainnya, , bukan saja terhadap Gery yang nyata nyata sangat aktip dalam perkara ini, tapi juga terhadap vonis lainnya, termasuk para hakim lainnya, syamsir yusfan, mereka semua dituntut dan divonis labih ringan dari pada saya. 

Bukankah ini vonos disparitas yang mencolok atas dirinya? Vonis rekayasa berdasarkan kebencian KPK yang sering saya kritik sebagai lembaga korup di Indonesia"?, kata OC Kaligis dalam siaran persnya.

Selanjutnya OC Kaligis mengatakan, fakta hukum kesaksian hakim Tripeni yang dalam putusannya mengalahkan saya, independen dan tanpa adanya uang suap tidak diberitakan, meskipun kala itu banyak media yang hadir meliput persidangan. 

Dan pengakuan Gery yang mengatakan ke Medan bukan perintah Yen Yen, sekretaris saya atau perintah saya, fakta hukum ini juga diabaikan Jaksa  KPK.
Semua bukti bukti sudah terungkap di pengadilan tingkat pertama. 

Semua disparitas diketahui oleh Jaksa KPK. Bedanya karena saya target,  maka  perkara saya ini sampai  jatuh ketangan hakim Agung Artidjo, hakim pemutus dan mitra KPK

Dijelaskan, selama dalam tahanan sejak  di Guntur Jakarta,  OC Kaligis yang sudah berusia 77 tahun ini juga menderita penyakit jantung dan selalu berobat di RSPAD Jakarta.

Melalui PK yang ke-2 ini berharap,  hakim terbuka hatinya, dan hukuman  OC Kaligis dapat diubah kembali, disparitasnya jangan  berlebihan. 

Apa lagi dalam kasus ini OC Kaligis mengaku tidak tahu apa-apa. Semua Gery sebagi pelaku utama, katanya.

Selama persidangan OC Kaligis didanpingi 4 orang pengacara yang antara lain; Desyana SH.MH, Anny Andriani SH.MH, Yuliana SH.MH dan Fernandes F SH.MH. (SUR).

No comments

Powered by Blogger.