Bapak Dan Anak Diadili Dipengadilan Tipikor Jakarta Karna Korupsi Rp 2,3 Miliyar

Terdakwa Dr Masturiyono 

Jakarta,BERIT-ONE.COM-Dua terdakwa korupsi di Badan Metrologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat yang merugikan negara Rp 2,3 milyar mulai disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat kemarin.

Dihadapan majelis hakim yang diketuai Imade Sudani SH. MH tersebut, Jaksa Suryani SH menghadirkan terdakwa Nur Azizah Putri Utami dan ayahnya Dr. Masturyono, M.Si dengan dakwaan melanggar pasal Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidiair Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KU

Jaksa dalam dakwaannya memgatakan, korupsi tersebut dilakukan terkait dengan adanya  pengadaan Sistim Monitoring Precursor Gempa Bumi di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kantor Pusat, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Dikatakan lebih lanjut,  terdakwa  Nur Azizah Putri Utami  (Direktur CV. Handytech II), dan Dr. Masturiyono (Kapus Litbang) BMKG Pusat, pada bulan Mei tahun 2014 sampai dengan Mei tahun 2015 telah merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,3 miliar lebih dari Rp 4 miliar pagu anggaran pengadaan Alat Sistim Monitoring Precursor Gempa Bumi.

Alat tersebut sedianya  yang akan tempatkan di dua lokasi, di Daerah Jogyakarta. Tapi oleh mereka harga barang  maka harganya di mark-up harga dan barang tidak sesuai spek serta pelaksanaannya tidak sesuai kontrak.

Menurut Jaksa Terdakwa Masturyono Kepala Pusat Pelatihan dan Pengembangan (Kapuslitbang) BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat selaku Kuasa Penguna Anggaran (KPA) pengadaan Alat Sistim Monitoring Precursor Gempa Bumi dengan pagu anggaran Rp 4 miliar pada bulan Mei tahun 2014.

Sebagai KPA, Masturyono mengangkat Widiyanto sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada pengadaan Alat Sistim Monitoring Precursor Gempa Bumi yang dianggarkan Rp 4 miliar itu.

Pada proses lelang itu, pemenang lelang adalah PT. MPU dengan Direktur Sihaloho, dengan penawaran Rp 3,6 miliar setelah potong pajak dan PPh. 

Tetapi sebelum dilaksanakan lelang antara terdakwa Masturyono dengan PT. MPU telah terlebih dahulu membuat kesepakatan bahwa harga Alat Sistim Monitoring Precursor Gempa Bumi itu Rp 2 miliar.

Kesepakatan harga Rp 2 miliar itu dipatok karena agen tunggal alat sistim monitoring Precursor Gempa Bumi itu di Indonesia adalah perusahaan anak kandung terdakwa Masturyono yakni terdakwa Nur Azizah Putri Utami selaku Direktur PT. Handytech II.

Setelah pengumuman pemenang lelang dan penunjukan pemenang lelang yakni PT. MPU terjadi perubahan harga, dari Rp 2 miliar menjadi Rp 2,4 miliar.

Dengan adanya penambahan harga itu adalah atas pernyataan Muklis selaku komisari PT. Handytech II dan yang juga adalah suami dari terdakwa Nur Azizah Putri Utami selaku Direktur PT. Handytech II dengan alasan  Muklis menaikan harga dari Rp 2 miliar menjadi Rp 2,4 miliar adalah akibat devaluasi nilai dollar sehingga harga dinaikkan Rp 400 juta.

Dengan dinaikkannya harga barang tersebut PT. MPU menyatakan tidak sanggup melaksanakan pengadaan alat sistim monitoring Precursor Gempa Bumi itu, sehingga pengadaan barang itu diambil-alih ke PT. Handytech II dengan perjanjian bahwa realisasi segala pembayaran dari pengguna anggaran ke penyedia barang tetap melalui rekening PT. MPU dengan kesepakatan bahwa PT. MPU akan menerima fee Rp.150 juta.

Setelah terjadi kesepakatan bahwa PT. Handytech II sebagai pelaksana pengadaan alat sistim monitoring Precursor Gempa Bumi itu lalu PT. Handytech II memberangkatkan Muklis dan Mohammad Iqbal ke China untuk pelatihan menggunakan dan atau memasang alat sistim monitoring Precursor Gempa Bumi itu.

Ternyata hasil audit BPKP harga alat sistim monitoring Precursor Gempa Bumi itu tidak sampai Rp1 miliar dan ada pula barang itu yang tidak berfungsi serta pelaksanaan tidak sesuai kontrak.
Kedua terdakwa yang selama dalam persidangan didampingi  penasehat Hukum  Saminoto SH, MH dan Teguh Subagyo, SH, MH dari Kantor Advokat Saminoto & Partner akan mengajukan eksepsi (Keberatan) atas dakwaan Jaksa tersebut.

“Kita akan ajukan eksepsi, alasannya   akan dipelajari dulu Berita Acara Pemeriksan (BAP) sebab kami  belum punya  BAP-nya. Jadi kami akan  minta dulu BAP-nya untuk   dipelajari", ksta Saminoto SH.MH  kepada wartawan usai sidang. (SUR).

No comments

Powered by Blogger.