Tim Kuasa Hukum dan Winda Datangi PN Rantau Kalsel Untuk Inzage.

Winda (temgah) bersama kuasa hukumnya.

KALIMANTAN SELATAN, BERITAONE.CO.ID--Terkait perjuangan mempertahankan hak tanah miliknya,  Winda Asriany bersama dua Kuasa Hukum mendatangi Pengadilan Negeri Rantau, Kabupaten Tapin, Kalmantan Selatan, (Kalsel) guna menghadiri proses Inzage (memeriksa/ melihat surat/dekumen). Dimana para pihak yang berperkara memiliki hak untuk memeriksa dan mempelajari berkas perkara yang sedang ditangani di pengadilan. 

Hak ini memberikan kesempatan bagi para pihak untuk memahami isi berkas, memastikan kelengkapan bukti, dan menyusun strategi hukum yang lebih baik. 

Winda dan suami Jhon Akang Saragih  selaku pemilik sah lahan seluas 7.409 meter persegi di Desa Margasari Hilir, Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, yang digugat oleh PT Kharisma Alam Persada melalui perkara Nomor 11/Pdt.G/2024/PN.Rta di PN Rantau sejak Oktober 2024.

Winda mengatakan proses Inzage sudah diluar prosedur, Dimana dirinya mendapat surat panggilan dari PN Rantau tertanggal 17 Juli 2025, namun fisik surat tersebut baru diterima pada 21 Juli 2025., Dimana hari terakhir waktu yang diberikan untuk memverifikasi berkas proses Inzage adalah 24 Juli 2025.

“Tidak sesuai dengan isi suratnya, dimana 7 hari kesempatannya dan dalam SOP yang disampaikan di website resmi PN Rantau itu 14 hari. Jadi antara SOP, tanggal surat dan fisik surat yang saya terima itu semua gak sinkron,” kata Winda kepada redaksi, Rantau, Rabu (23/7/2025). 

Winda juga mengatakan bahwa dirinya telah menyampaikan kepada petugas PTSP PN Rantau bagian Pelayanan Hukum Perdata, terkait ketidak sinkronan antara SOP dan surat yang ditujukan kepada Winda selaku pihak yang berperkara.

“Kami sudah sampaikan kepada petugas pelayanan, mereka juga bingung dengan SOP dan surat yang mereka lakukan,” ujarnya.

Winda menambahkan bahwa dirinnya hanya berharap Ketua Pengadilan dapat mempertanggungjawabkan terkait putusan yaitu Sertifikay Hak Milik (SHM) tidak mengikat secara hukum, hal ini dikarenakan adanya perjanjian pinjam nama (Nominee).

“Tadi saya tanyakan pada petugas, saya ingin melihat. Harusnya keputusan ada dasar bukti dan saksi.

Setelah saya tanyakan bukti perjanjian pinjam nama, sampai bongkar dokumen itu ternyata tidak ditemukan. Begitu juga berita acara pemeriksaan para saksi, tidak ditemukan adanya saksi yang mengatakan pinjam nama atas nama John Akang,” bebernya. 

Frenky Siregar selaku Kuasa Hukum yang mendampingi Winda, megatakan bahwa pihaknya tidak dapat mengakses E-court, yang sesungguhnya para pihak dapat membuka untuk memverifikasi berkas perkara dan dalam Inzage terlihat banyak hal terlihat tidak sesuai dengan hasil persidangan pemeriksaan setempat.

“Kami sangat prihatin terhadap PN Rantau, yang mana hak-hak dari klien kami sangat terzholimi, mengingat upaya klien kami ini dalam upaya Kasasi,” tegas Frenky dan  mengatakan bahwa dalam pemeriksaan Inzage terdapat bukti didalam persidangan sebelumnya dengan berkas yang disampaikan melalui Inzage yaitu sesuai dengan hasil dari pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh PN Rantau, bisa menetukan luas tanah, sementara hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh BPN, tidak menyebutkan hasil ukur, hanya menunjukkan titik-titik yang ditunjukkan para pihak.

“Ini sangat janggal bagi kita bahwa BPN tidak menentukkan luas tanah yang kita sampaikan, begitu juga penggugat dan tergugat tidak menyampaikan titik-titik itu, sementara hasil itu dapat disimpulkan oleh Ketua Pengadilan,” terangnya.   

Apriyani Sijabat yang juga timKuasa Hukum Winda menambahkan bahwa pihaknya telah menyakan terkait waktu dalam proses Inzage, bahwa dalam website PN Rantau menerangkan bahwa prosesnya adalah 14 hari dan sebelum memori kontra kasasi.

“Kami telah membuat surat terkait temuan-temuan dan kejanggalan terkait Inzage yang disampaikan kepada klien kami,” terang Apriyani.

Sementara itu Dimas selaku Juru bicara yang didampingi Aulia selaku Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi PN Rantau, menanggapi terkait akses E-court para pihak yang berperkara.  

Dimas mengatakan bahwa E-court pada saat pengiriman berkas mengalami kendala. Berdasarka perMA 622 dan  SK MA 207, apabila Inzage secara elektronik tidak bisa dilaksanakan, maka Inzage dilakukan secara manual.

”Waktu pengiriman berkas proses E-court itu mengalami eror, maka berkas perkara dalam sistem tidak dapat di upload. Hal ini mengakibatkan kolom inzage pada E-court pengguna atau para pihak itu tidak dapat di akses. Jadi kami sudah bersurat kepada para pihak terkait dengan Inzage agar dilakukan dengan cara manual, agar hak para pihak terpenuhi,” terangnya.

Terkait tenggang waktu yang diberikan oleh pihak Winda untuk memenuhi proses E-court,Dimas juga menjelaskan berdasarkan PerMA 622 pasal 17  menyatakan bahwa waktu yang diberikan adalah 7 hari setelah pemberitahuan, namun secara manual adalah sebelum berkas dikirim ke Mahkamah Agung.

“Berdasarkan surat PPID kemarin, melalui pos elektronik, melalui surat tercatat dan melalui pesan Whatsapp atas nama PPID. Jadi dokumen ini belum dikirim dan segera akan kami kirim setelah para pihak melakukan proses Inzage secara manual, ada waktu 65 hari sejak dimohonkan Kasasi,” katanya.

Terkait temuan-temuan dari para pihak yang tidak dimasukan dalam Inzage, Dimas menjelaskan bahwa PN Rantau tidak bisa berpendapat disebabkan persidangan masih berlangsung yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung. 

“Karena itu sifatnya persidangan yang masih berlanjut dalam kasasi, kami tidak bisa berpendapat karena itu ranahnya Mahkamah Agung,” pungkasnya.

Semenyara itu, tokoh Masyarakat Margasari Hilir Dukung Perjuangan Winda Asriany. Abah Aloy salah satu tokoh Masyarakat Desa Margasari Hilir Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, menyatakan dukungannya terhadap perkara yang sedang dijalani Winda Asriany bersama suami John Akang Saragih, untuk mnedapatkan keadilan atas tanah miliknya.

Abah Aloy  di kediamannya,  menuturkan bahwa tanah milik Winda Asriany yang  dipakai oleh PT KAP tanpa ada kejelasan, sehingga munculnya permasalahan ini terlihat tidak ada Solusi. Persidangan ini adalah upaya Winda untuk mencari keadilan. 

“Untuk itu tanah dari Bu winda kami yang jaga. Kita amankan sampai sekarang. Sambil menunggu urusannya selesai. Dengan Masyarakat kami bantu untuk menjaga, karena kami anggap sudah seperti keluarga,” tutur Abah aloy. Abah Aloy juga berharap bisa diselesaikan dengan apa yang dijanjikan dimasa dulu, biar tidak ada benturan antara Masyarakat dengan Perusahaan.

Abah aloy juga menerangkan bahwa selain Winda, ada juga warga Masyarakat lokal yang tanahnya dipakai oleh PT KAP, tanpa adanya kompensasi yang jelas.

“Dulu kita ikut juga dengan Perusahaan, jadi tahu betul batas-batas mana milik Perusahaan dan mana milik warga Masyarakat. Banyak yang sama seperti kasus Winda, tanahnya dikuasai oleh Perusahaan,” jelasnya.

Abah aloy juga menerangkan bahwa Masyarakat masih memiliki surat-surat atas kepemilikan tanahyang saat ini dikuasai oleh pihak lain.

“Masih ada surat SKKT yang dikeluarkan oleh kecamatan, itu ada dimiliki oleh Masyarakat, namun warga Masyarakat belum pernah mengajukan gugatan secara hukum,” jelasnya.

Kasan tokoh masyarakat yang lain, juga menerangkan bahwa terdapat sedikitnya 150 kepala keluarga yang tanahnya berstatus HGU, yang diapakai Perusahaan tanpa diberikan kompenasi apapun dari pihak Perusahaan. 

“Untuk mediasi juga kami tidak pernah ditanggapi, tapi tanah kami sudah dipakai sejak tahun 2003,” tandasnya. (SUR)



No comments

Powered by Blogger.