Kasus Sejumlah Hakim dan Panitera Penerima Gratifikasi Dengan Jumlah Rp 60 Milyar, Persidangannya Dibuka Kembali.

Keterangan foto : Saksi Aryanto Bakri saat memberikan keterangan

JAKARTA, BERITAONE.CO.ID--Majelis hakim Tipikor Jakarta Efenfi SH,  yang menangani persidangan 4 hakim dan seorang Panitera yang menerima gratifikasi dalam kasus vonis lepas  dengan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group, persidangannya dibuka kembali dengan  JPU menghadirkan 4 orang saksi masing masing Aryanto Bakri, Indah dan Masruri, Rabu (27/8/2025)

Dihadapan majelis hakim saksi  Ariyanto Bakri bakri yang juga sebagai pengacara  mengaku pernah meminta mantan panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, memberikan keterangan yang sama di persidangan. Ariyanto meminta Wahyu tidak saling menyudutkan.

Hal itu disampaikan Ariyanto Bakri saat dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan suap vonis lepas migor di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dimana   sebagai terdakwanya  Muhammad Arif Nuryanta (mantan Ketua PN Jakarta  Selatan),  Wahyu Gunawan (mantan Panitera  PN Jakarta Utara)  Djuyamto, (mantan human PN Jakarta Selatan)  Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Ariyanto merupakan suami dari pengacara Marcella Santoso. Ariyanto dan Marcela juga menjadi tersangka dalam kasus 

vonis lepas dengan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

"Pernah nggak saudara saksi mengatakan kepada terdakwa di dapur Kejaksaan 'nanti keterangan lu sama dengan gua di persidangan', pernah saudara ungkapkan itu?" tanya ketua majelis hakim Effendi Yan dijawab saksi , "Ada pak," ucap Ariyanto. 

Ucapan itu disampaikan Ariyanto ke Wahyu saat berada di tahanan. Wahyu menanyakan motivasi Ariyanto menyampaikan hal tersebut.

Apa motivasi saudara saksi menyampaikan itu kepada saya agar saya memberikan keterangan di persidangan sama dengan saksi, baik itu keterangan dalam hal penyampaian di persidangan maupun sampai nilai uang.

Uangnya  harus bilang Rp 60 miliar. Apa motivasi saudara saksi? Apa maksud dan tujuan saudara saksi menyampaikan seperti itu?" tanya Wahyu.

Pada waktu itu juga ada pembicaraan apa? Saudara katakan nanti uang sama Rp 60 miliar, ada saudara bilang sama saudara terdakwa itu?" potong hakim. "Ada," jawab Ariyanto.

Apa motivasi saudara menyampaikan itu?" tanya hakim.

"Saya bisa jelaskan, Yang Mulia, saya menjelaskan sudah ada bisikan kepada saya terutama obrolan-obrolan dari para hakim yang sudah ada di 7A yang tinggal dengan saya," jawab Ariyanto.

"Saudara dapat masukan?" tanya hakim.

"Dari hakim-hakim juga yang tinggal bareng kami, Pak Djuyamto, Pak Ali, Pak Agam. Kita tinggal dalam satu mes bareng, Pak, ditahan bareng," jawab Ariyanto dihadapan majelis hakim yang me yidangkan perkara ini.

Seperti diketahui, ada 4 orang hakim dan seorang Panitera diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta karena menerima gratifikasi/suap dalam jumlah besar, kabarnya 60 milyar dalam 

JPU dalam dakwaannya  mengatakan uang itu diberikan para terdakwa  melalui pengacaranya yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei.

Uang suap  diserahkan kepadanya oleh Wahyu Gunawan dan Muhammad Arif Nuryanta untuk memengaruhi terdakwa Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom yang menangani sidang kasus  CPO  atas nama Terdakwa korporasi Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

Uang suap pertama  sebesar Rp 8 miliar, dan yang kedua  Rp 32 miliar.  Uang itu dibagi bersama antara Arif, Djuyamto, Agam Syafei Burhanudin, Ali Muhtarom , dan panitera  Wahyu dari PN Jakata Uatara.

Besarnya pembagian uang , Arif Nuryanta menerima   senilai Rp 3.300.000.000, Wahyu Gunawan Rp 800.000.000.  Djuyamto  senilai Rp 1.700.000.000, dan Agam  senilai Rp 1.100.000.000, serta Ali Muhtarom senilai Rp 1.100.000.000.

Uang  suap kedua adalah Arif Nuryanta  senilai Rp 12.400.000.000, Wahyu sebesar  senilai Rp 1.600.000.000, Djuyamto  senilai Rp 7.800.000.000, Agam Syarief senilai Rp 5.100.000.000, serta Ali Muhtarom  senilai Rp 5.100.000.000. 

Jumlah uang yang diterima Djuyamto, Agam, dan Ali sebesar Rp 21,9 miliar. Djuyamto mendapat bagian suap yang dianggap sebagai penerimaan gratifikasi sebesar Rp 9,5 miliar karena sebagai ketua majelis hakim dalam perkara migor tersebut. (SUR).



No comments

Powered by Blogger.