Kasus Pertamina Yang Rugikan Negara Rp 285 Triliun lebih Mulai Disidangkan.

Keterangan foto : Keempat terdakwa sebelum sidang.

JAKARTA, BERITAONE.CO.ID--Tidak pidana korupsi di Pertamina yang rugikan negara  Rp 285 triliun lebih  mulai  disidangkan di  Pengadilan Tipikor Jakarta dengan majelis hakim yang diketuai Fajar Kusuma SH dengan menyerat 4 orang terdakwa, Kamis (9/10/2025).

Para terdakwa yang mulai diseret ke meja hijau itu adalah 1.Riva Siahaan selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga periode Oktober 2021-Juni 2023 dan selaku Direktur Utama PT Pertamina Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025.

2. Maya Kusmaya selaku Vice President Trading & Other Business PT Pertamina Patra Niaga periode 2021-2023 dan selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

3. Edward Corne selaku Assistant Manager Crude Import Trading pada Fungsi Crude Trading Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina periode 2019 - 2020, selaku Manager Import & Export Product Trading pada Trading and other Businesses Direktorat Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina periode 2020-2021, dan selaku Manager Import & Export Product Trading pada Trading and other Businesses Direktorat Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga (Subholding Commercial & Trading/SH C&T) periode 2021-Desember 2022

Jaksa  Penuntut Umum (JPU) dalam dakwannya  mengatakan,  awalnya Edward Corne memberikan perlakuan istimewa pada 2 perusahaan yaitu BP Singapore Pte Ltd dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd dalam proses lelang khusus gasoline RON (Research Octane Number) 90 dan RON 92. Produk BBM yang dikenal masyarakat umum untuk RON 90 adalah Pertalite, sedangkan RON 92 adalah Pertamax.

Caranya dengan  membocorkan informasi alpha pengadaan kepada BP Singapore Pte Ltd dan Sinochem Internasional Oil (Singapore) Pte Ltd serta memberikan tambahan waktu penawaran kepada BP Singapore Pte Ltd meskipun sudah melewati batas waktu penyampaian penawaran.

Setelahnya Edward Corne mengusulkan 2 perusahaan itu sebagai calon pemenang tender melalui memo ke Maya Kusmaya, usulan itu kemudian diteruskan ke Riva Siahaan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga yang juga  disebut PT PPN.

Kemudian JPU  mengatakan Riva Siahaan menyetujui usulan harga jual solar/biosolar kepada konsumen industri tanpa mempertimbangkan nilai jual terendah atau bottom price. Akibatnya, PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah. Bahkan di bawah harga pokok penjualan atau HPP dan harga dasar solar bersubsidi, yang pada akhirnya memberikan kerugian PT PPN," ujar  jaksa.

Masih kata JPU ada total 14 perusahaan yang diduga mendapatkan harga solar/biosolar lebih rendah tersebut. Perbuatan itu dianggap jaksa menyebabkan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara yang rinciannya adalah sebagai berikut:

Kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut sebesar Rp 171.997.835.294.293 atau Rp 172 triliun

Keuntungan ilegal yang didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri dan  totalnya  kerugian  Rp 215,1 triliun .

Nah dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara maka didapatkan  kerugian secara menyeluruh  Rp 285.969.625.213.821,30 atau Rp 285 triliun lebih. (SUR)

No comments

Powered by Blogger.